loading…
WHO bersama 26 kepala negara, termasuk Presiden Jokowi mendorong pembentukan Pandemic Treaty. Foto/WP
Pandemic Treaty adalah instrumen internasional baru untuk mengatasi persoalan kesiapsiagaan dan respons pandemi, pascadunia sempat terpuruk akibat pandemi COVID-19.
Menurut Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr. M Syahril, Pandemic Treaty diharapkan dapat mendorong negara berkembang, termasuk Indonesia untuk mendapatkan akses terhadap vaksin, obat dan alat diagnostik (VTD) yang setara dengan negara maju.
“Proses negosiasi sudah berlangsung sejak Desember 2021, tetapi karena belum mencapai kesepakatan, sidang World Health Assembly ke-77 memutuskan untuk memperpanjang negosiasi hingga sidang WHA berikutnya,” kata dr. Syahril dalam siaran pers Kemenkes RI, Sabtu (1/6/2024).
Dalam proses negosiasi, Indonesia berpartisipasi secara aktif dalam perundingan Pandemic Treaty pada Intergovernmental Negotiating Body (INB).
Secara spesifik, ada empat poin yang menjadi perhatian Pemerintah Indonesia dalam komponen Pandemic Treaty. Empat poin ini terkait dengan kesenjangan antara negara maju dan berkembang. Lantas, apa saja keempat poin tersebut?
1. Pathogen Access and Benefit-Sharing (PABS)
Mengenai PABS, yang menunjukkan kesiapsiagaan dan respons terhadap pandemi, Pemerintah Indonesia mendorong agar setiap data sharing, khususnya yang melibatkan patogen dan informasi sekuens genetik (genetic sequence information), disertai pembagian manfaat (benefit-sharing) yang setimpal.
Selain itu, pemerintah juga mendorong adanya upaya untuk memastikan adanya pengaturan internasional mengenai standar data dan interoperabilitas, di mana Indonesia telah menginisiasi Material Transfer Agreement (MTA) untuk spesimen virus avian influenza (flu burung).
2. Instrumen One Health
Selanjutnya, Pemerintah Indonesia mendorong pembentukan instrumen One Health untuk mengatur kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan secara komprehensif yang dapat dilaksanakan negara berkembang dengan dukungan negara maju.